Judul Buku : Pergolakan Pemikiran Islam
Penulis : Ahmad Wahib
Penulis : Ahmad Wahib
Editor : Djohan Effendi, Ismed Natsir
Penerbit : Pustaka LP3ES
Cetakan I : 1981
Tebal : 353 halaman (Halaman 1-101)
Penerbit : Pustaka LP3ES
Cetakan I : 1981
Tebal : 353 halaman (Halaman 1-101)
Buku kecil berwarna hijau yang
bergambar kepalan tangan ini memang sangat fenomenal di kalangan anak muda yang
tengah mengalami pencarian jati diri serta kebenaran akan agama Islam. Ahmad
Wahib adalah aktivis Himpunan Mahasiswa Islam yang telah menyumbangkan banyak pemikirannya
tentang Islam maupun tentang HMI. Sayang sekali, kecelakaan telah merenggut
nyawanya ketika ia hendak mengikuti tes di salah satu kantor surat kabar tempat
ia akan melakukan wawancara untuk menjadi calon wartawan. Meskipun ia meninggal
dunia di usia muda, yaitu 32 tahun, tetapi hasil pemikiran-pemikirannya telah
mempengaruhi pola pikir aktivis-aktivis muda Indonesia.
Dalam tiap lembar buku ini, berisi
catatan-catatan harian Ahmad Wahib sejak tahun 1969-1973. Sangat terasa, betapa
pergolakan dalam pikiran Ahmad Wahib kala itu sangat dahsyat. Ia bertanya
secara tajam tentang perihal kebenaran Islam. Menurutnya, Tuhan menciptakan
manusia dilengkapi dengan akal yang diberi kebebasan untuk berpikir
seluas-luasnya dan sedalam mungkin, termasuk berpikir tentang Tuhan. Ahmad
Wahib yang mempunyai latar belakang pendidikan bidang eksakta di Universitas
Gadjah Mada, meskipun akhirnya ia tidak menyelesaikan program studinya
tersebut, mencoba untuk memformulasikan gagasan tentang Tuhan dan Islam secara
ilmiah dan rasional.
Gagasan tentang rasionalisasi Islam
tersebut ia dapatkan karena dilatarbelakangi ketakutan-ketakutannya akan
semakin berkembangnya sekularisme dalam masyarakat modern. Ia takut, apabila
Islam hanya dipandang sebagai doktin-doktrin sacral tanpa adanya kejelasan
secara ilmiah, umat Islam di masa yang akan datang akan berbondong-bondong
meninggalkan Islam. Untuk itulah, ia memandang bahwa manusia harus menggunakan
kebebasannya untuk berpikir sampai batas ia tak lagi bisa berpikir. Karena baginya,
orang yang menghasilkan pikiran salah setelah berusaha untuk berpikir jauh
lebih baik daripada berpikiran salah karena memang tidak pernah mencoba untuk
berpikir.
Ahmad Wahib adalah tokoh yang sangat
moderat dalam urusan agama. Hal itu dikarenakan lingkungan pluralistik yang
menempanya selama ini. Ketika kuliah, ia tinggal di asrama Katolik. Setelahnya,
ia tinggal di rumah seorang pastur serta keluarganya yang sangat baik hati
padanya. Selain itu, ia juga bersahabat dengan pendeta Budha yang sering ia
ajak untuk berdiskusi.
Meskipun karirnya di HMI cukup
bagus, yaitu ia telah menjadi Pengurus Besar, tetapi akhirnya, pada tanggal 30
September 1969, ia dan sahabatnya, Djohan, memutuskan untuk melayangkan surat
pernyataan pengunduran diri dari HMI. Dalam surat pengunduran diri itu, berisi
empat hal penting, yaitu :
1.
HMI aman dari heterogenitas yang keterlaluan dan bersih dari apa
yang dinamakan link golongan luar tertentu di Jawa Tengah
2.
Masalah diri Wahib yang sering dipandang bersuara lain tidak
berkepanjangan lagi
3.
Lebih memberikan keleluasaan batiniah pada diri Wahib dalam
mengembangkan pikiran dalam perkaderan diri di masa kemahasiswaan
4.
Secara tidak langsung, mungkin dan mudah-mudahan akan membawa
manfaat bagi lebih cepat matangnya HMI di masa depan.
Menurut penulis, daya pikat buku
Wahib justru terletak pada keberaniannya untuk berpikir antimainstream.
Ia merangsang anak-anak muda untuk mempertanyakan hal-hal yang telah dianggap
selesai dalam Islam, bukan buru-buru mencari jawaban. Ia istimewa justru karena
mengajak generasi baru untuk menjelajah, bukan mengulang formula jawaban yang
sudah tersedia di kalangan umat selama ini. Wallahu a'lamu bi al shawab.
Comments
Post a Comment